Prolog | Tournesol And Rain

Prolog | Tournesol and Rain

tournesolandrain1

©ACoffee_asuka || Cast(s) : Jung Soo Jung; Kim Myung Soo & Lee Howon || Genre : Romance, Life, Angst || Rating : PG-15 || Length : Two-shoot || Inspired by : Morning Light, Windhy Puspita Dewi & Reflection, Cristina Aguilera || Credit Poster :  Mizuky Art || Disclaimer : Cerita ini murni milikku ||

Summary :

“Bunga Matahari.

Tournesol.

Dia –bunga itu …

Bagaimana kalian mendeskripsikannya, jika ia adalah refleksi dari seseorang?”

™ Tournesol and Rain © Acoffee_Asuka2013

.

.

Look at me, you may think you see who I really am

But you’ll never know me

Everyday its as if I play a part

Now I see if I wear a mask

I can fool the world but I can’t fool my heart

 

Kini dingin merasuki raga Soojung, sedikit rasa pening menekan otaknya. Semoga kesadarannya tak segera ambruk akibat kondisinya yang buruk itu. Dua puluh menit lagi kompetisi ini akan dimulai, kompetisi lompat tinggi. Kompetisi yang jauh-jauh hari dipersiapkannya.

“Kau tidak apa-apa?” tanya seseorang menyadarkannya. Seseorang yang selalu ada disampingnya dan Soojung berharap seperti itu, selamanya.

Soojung menggeleng, senyumnya pun mengambang manis di bibir tipisnya. Seolah menyiratkan ia baik-baik saja dan meminta orang dihadapannya untuk tak lagi khawatir.

Howon membalas senyum Soojung. Namun, berapa kali gadis itu menipunya, ia akan tahu. Bibir pucat Soojung dan tubuhnya yang menggigil buktinya. Howon melepas jaketnya, mencoba memberi kehangatan untuk Soojung. Kini, ia telah duduk disamping Soojung.

“Seharusnya kemarin kau mengikuti perintahku.”

Seolah menyadari kesalahannya, Soojung memilih diam. Ia benci keadaan ini, keadaan dimana Howon mulai mengkhawatirkannya.

“Sudah ku bilang kan, kesehatanmu jauh lebih berharga daripada latihanmu,” nada bicaranya melirih, mungkin Howon makin mengkhawatirkan keadaan Soojung.

Hening tiba-tiba menyeruak, Soojung masih diam mengakui kesalahannya. Sementara relungnya mulai merasakan penyesalannya, ada rasa sakit saat Soojung menyadari dirinya terlalu bodoh membuat Howon khawatir. Sekali lagi ia tak suka seperti ini, seharusnya hari ini Soojung bisa disejajarkan dengan Howon.

Howon si atlet dan Soojung –juga–si atlet.

Bukankah ini sejajar?

Dari awal Soojung mengagumi Howon. Saat itu, saat pertama kali menginjakkan kakinya di High School-nya, orang yang membuat tatapannya terpaku di tempat itu saja adalah Howon. Tak ada yang lain. Soojung bisa melihat bagaimana lincahnya Howon melompat. Hebat. Kata itulah yang selalu mewakili matanya ketika memandangnya.

Dan kini tanpa ia sadari, Soojung tengah mengikuti bayang-bayang langkah Howon. Soojung akan mengikuti kemana saja Howon pergi tanpa memperdulikan dirinya.

Howon matahari dan Soojung bunga matahari

Soojung tak pernah tahu itu. Ia hanya tahu, bagaimana bisa ia menyamakan dirinya dengan Howon. Ia selalu mendongak ke atas mengikuti kemana arah mataharinya, hingga Soojung hanya bisa terhempas oleh bayang-bayang.

“Maaf.” Soojung memaksakan bibirnya bergerak, namun tatapannya masih enggan mengarah ke lawan bicaranya.

“Tidak apa-apa, Soo …” Howon menyentuh puncak kepala Soojung. “Hanya saja yang aku sesalkan, kau terlalu ambisius untuk ini ….”

“Maaf.” Lagi, untuk kedua kalinya ia mengucapkannya. Genangan air di pelupuk matanya tak lagi tertahan.

“Beri dirimu keyakinan dan katakan bahwa kau bisa, maka kau akan mendapatkannya …” Soojung mendengarkan kata-kata ini lagi, kata-kata yang disukainya apabila orang yang mengucapkannya adalah Howon.

“Ya.” Keduanya kini tersenyum.

.

.

“Bagaimana dengan Jung Soojung? Apakah dia akan berhasil?”

Soojung bersiap disana, nafasnya sedikit tersenggal saat memulai lompat tingginya di ketinggian 2 meter. Istirahat yang diberikan oleh pihak panitia terasa kurang untuknya. Apalagi bukan hanya itu yang dirasakannya, kepalanya pun mulai berkunang-kunang.

“Tidak, untuk Won-ah.”

Bukan saatnya ia menyerah, Soojung telah melewati semuanya. Jangan juga remehkan, ia telah menahan rasa peningnya sekuat tenaga. Demi untuk orang yang tengah menontonnya dengan cemas, untuk orang itu dan mendapat senyumnya Soojung akan lakukan apapun.

‘Pritt~

Ia memulai berlari. 1 langkah, 2 langkah … Soojung menghitungnya. Tuhan takkan pernah memberikan hal buruk pada hambanya. Sebentar lagi, ia menggeleng mencoba mengusir pening di kepalanya. Sial! Sekarang semuanya menjadi bayang-bayang kabur di matanya. Namun, Soojung tetap melompat.

“Aaaaakh!” itu yang didengarnya dari para penonton disana, dalam setengah kesadarannya ia bertanya, apakah aku gagal?

.

.

Hujan. Ia membencinya.

Karena hal itu selalu datang disaat yang tidak tepat ia membencinya.

Karena hal itu mengguyurnya sewaktu latihan terakhinya, ia gagal dalam kompetisi itu.

Ia benci. Benci. Benci. Lagi dan lagi.

.

.

“Myungsoo, bolehkah aku bertanya?”

“Apa?”

“Eng. Kau pernah menyukai seseorang?”

“Hmm?”

“Kau pernah menyukai seseorang sampai kau mengikuti segala yang ia suka?”

“Ku rasa itu hal bodoh, Soo. Ah, tapi aku juga tak terlalu mengerti.”

“Oh.”

.

.

The Prolog Of Tournesol and Rain, End.

1 thoughts on “Prolog | Tournesol And Rain

Tinggalkan komentar